BUKAN GALAU NITE

Akhirnya pertemuan yang sdh direncanakan berhari2 yang lalu terwujud juga. Saya dan dia (nama sengaja tdk dicantumkan biar kesannya misterius gitu. hahaha....), kami sepakat bertemu. Tujuan bertemu sih si dia ini mau menceritakan segala sesuatunya tentang pacar barunya. Pacar baru sekaligus pacar rahasia. Eh, maaf, gak boleh disebut pacar, menurut dia, sebutan pacar itu kesannya masih ABG. Oklah, saya ganti dengan sebutan calon istri. :)

Dengan segala kebingungan kami makan dimana dan mengingat jam pulang kantor yang berarti macet dimana2 ditambah lagi dengan perut yang sdh berbunyi minta diberi asupan gizi, kami sepakat utk meluncur ke Pasar Genjing. Kenapa Pasar Genjing? Karena disitu lebih banyak pilihan makanan dan tempatnya enak buat ngobrol. Sebenarnya gak enak2 bgt sih, soalnya selalu direcoki dgn pengamen yang dtg silih berganti. Hadeuuh...
Intinya bertemu itukan buat ngobrol soal calon istrinya ini, calon istri rahasia. Hahahaha..... Calon istrinya ini teman sekantor beda ruangan, satu almamater kampus, adek kelas, beda jurusan. Obrolan kami ternyata merengsek kemana2. Inilah kami, niatnya ngomongin satu hal, eh malah ngobrol ngalor ngidul. :)
Dari pasar genjing, perjalanan lanjut ke ketan susu kemayoran. Perutnya masih blm penuh. -____-"

Oklah, lupakan soal tempat dan makanan...

Malam kemarin, bisa disebut sebagai malam penggalauan bersama. Klo diingat2, ini kali kedua kami menggalau bersama. Aahh... urusan soal cinta mah gak ada matinya. Diperbincangkan sampai urat leher keluar, jungkir balik pun gak ada gunanya. Sekali hati sdh bertaut maka anjing menggonggong kafila berlalu. Masalah perbedaan agama dan suku seringkali menjadi penghalang terbesar bagi dua insan yang merajut cinta. Soal agama sih memang masalah yang sangat rumit, kecuali bila salah satu pihak bersedia untuk berpindah keyakinan. Tapi kalau soal beda suku? Heii... saya masih gak habis pikir. Mungkin ada yang bs menjelaskan ke saya secara detail, kenapa masih ada orang tua yang menuntut supaya anaknya mendapatkan jodoh dari kalangan suku tertentu, tepatnya yang se-suku

Tidak bermaksud menyalahkan siapapun juga, tapi tidak bisakah para orang tua melihat bahwa suku bukan jaminan seseorang itu baik. Suku apapun juga, kalau memang pada dasarnya personnya itu baik, ya akan baik. Misalnya, orang Jawa yang terkesan halus, sopan, bukan berarti semua org Jawa berperangai demikian. Atau contoh lain, orang Batak dan Makassar yang terkesan keras dan kasar.

So, in my opinion, baik buruknya seseorang tidak ditentukan dari suku atau agama apa dia berasal. Melainkan dari bagaimana dia hidup dalam lingkungan keluarga dan bagaimana pengaruh lingkungan sekitarnya. Semua orang pasti punya kelebihan dan kekurangan. 

(^^)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paduan Suara DJKN

Nu Life